1. Peranan Sektor Pertanian
Indonesia disebut negara agraris atau pertanian karena peran pertanian masih dominan
dalam hal:
PDB (Produk Domestik Bruto)
Penyerapan tenaga kerja
Nilai ekspor.
Dari ke empat sektor produksi yaitu Pertanian, Perindustrian, Pertambangan dan Perdagangan (jasa), yang jumlahnya 100% pada setiap tahun, maka peran sektor pertanian dalam PDB pada tahun 1939 adalah 61%, sedangkan peran atau kontribusi ke tiga sektor lainnya hanya 39%. Dapat dilihat bahwa peran sektor pertanian dalam PDB makin lama makin menurun. Pada tahun 1975 hanya 32% dan pada tahun 1990 tinggal 19,6%.
2. Sektor Pertanian di Indonesia
Selama periode 1995-1997
PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain seperti manufaktur meningkat.
Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < output sektor non pertanian
1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.
Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:
Iklim
kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
Lahan garapan petani semakin kecil
Kualitas SDM rendah
Penggunaan Teknologi rendah
3. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani Selisih harga output pertanian dg harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar).
Semakin tinggi NTP semakin baik.
NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
Inflasi setiap wilayah
Sistem distribusi input pertanian
Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
D>S harga naik & D<S harga turun
Pada Januari 2011, NTP Provinsi Sulawesi Utara mengalami kenaikan tertinggi (1,05 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Papua terjadi penurunan terbesar
(0,93 persen) dibanding penurunan NTP provinsi lainnya.
(0,93 persen) dibanding penurunan NTP provinsi lainnya.
Pada Januari 2011, terjadi inflasi di daerah perdesaan di Indonesia sebesar 0,98 persen terutama dipicu oleh naiknya indeks subkelompok bahan makanan.
NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.
Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 32 provinsi di Indonesia pada Januari 2011, NTP secara nasional naik 0,25 persen dibandingkan NTP Desember 2010, yaitu dari 102,75 menjadi 103,01. Kenaikan NTP pada Januari 2011 disebabkan kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian.
Kenaikan NTP Januari 2011 disebabkan oleh naiknya tiga subsektor pertanian, yaitu Subsektor Tanaman Pangan naik sebesar 0,41 persen; Subsektor Hortikultura naik sebesar 0,79 persen; dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik sebesar 0,38 persen. Sebaliknya, Subsektor Peternakan dan Subsektor Perikanan turun masing-masing sebesar 1,07 persen dan 0,09 persen. Kenaikan NTP Januari 2011 terutama dipengaruhi oleh naiknya harga-harga pada Subsektor Hortikultura utamanya kelompok sayur-sayuran.
4. Investasi di Sektor Pertanian
Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik. Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.
Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya.
Ketiga, walaupun kontribusi sektor pertanian bagi output nasional masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya yakni hanya sekitar 12,9 persen pada tahun 2006 namun sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Berdasarkan data BPS, pada Bulan Februari 2007 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 44 persen.
Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003 dalam Irawan, 2006). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat kondisi parah dimana terjadi resesi dengan pertumbuhan PDB negatif sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, nampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing 11,2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17,5 persen. Adapun umumnya sektor nonpertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif (Irawan, 2004, dalam Irawan, 2006).
Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan-kebijakan negara berupa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan revitalisasi pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur (triple track strategy) untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam menggerakan kinerja dan memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta pengembangan wilayah khususnya wilayah perdesaan.
5. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian.
Alasan sektor pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi:
Sektor pertanian kuat, pangan terjamin, tdk ada lapar,kondisi sospol stabil
Sudut Permintaan, Sektor pertanian kuat, pendapatan riil perkapita naik, permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
Sudut Penawaran, permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.
Kelebihan output siktor pertanian digunakan sebagai sumber investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar