Rabu, 11 Mei 2011

UANG DI BERBAGAI BANGSA


1)     Uang pada bangsa Lydia
Bangsa Lydia adalah orang-orang yang pertama kali mengenal uang. Uang pertama kali muncul ditangan para pedagang ketika mereka merasakan kesulitan dalam jual beli system barter, lalu mereka membuat uang, pada tahun 570-546 SM, Negara Negara berkepentingan mencetak uang. Pertama kalinya masa ini terkenal dengan mata uang emas dan perak yang halus dan akurat.

2)    Uang pada bangsa Yunani
Bangsa Yunani mebuat “uang komoditas” sebagai utensil money dan koin-koin dari perunggu. Kemudian mereka membuat emas dan perak yang pada awalnya beredar diantara mereka dalam bentuk batangan, sampai masa dimulainya percetakan uang pada tahun 406 SM. Mereka mengukir di uang mereka bentuk berhala, gambar pemimoin-pemimpin, dan mengukir nama negeri di mana uang dicetak. Mata uang utama mereka adalah Drachma yang terbuat dari perak.

3)     Uang pada masa Romawi
Bangsa Romawi pada masa sebelum abad ke-3 SM menggunakan mata uang yang terbuat dari perunggu yang disebut aes (Aes signatum Aes Rude). Mereka juga menggunakan mata uang koin yang terbuat dari tembaga. Orang yang pertama kali mencetak uang adalah Servius Tullius, yang dicetak pada tahun 269 SM. Kemudian pada tahun 268 SM, mereka mencetak Denarious dari emas yang kemudian menjadi mata uang utama Imperium Romawi. Di atas uang itu mereka cetak ukiran bentuk-bentuk Dewa dan pahlawan-pahlawan mereka, hingga masa Julius Caesar yang kemudian mencetak gambarnya di atas uang tersebut.

4)     Uang pada masa Persia
Bangsa Persia  mengadopsi percetakan uang dari bangsa Lydia setelah penyerangan mereka pada tahun 546 SM. Uang dicetak dari emas dan perak dengan perbandingan 1: 13,5, suatu hal yang membuat naiknya ema dan perak. Mata uangnya adalah  dirham perak, yang betul-betul murni. Ketika system kenegaraan mengalami kemunduran, mata uang mereka pun ikut serta mundur.

5)     Uang dalam Pemerintahan Islam
·         Uang pada masa Kenabian
Bangsa Arab di Hijaz pada masa Jahiliyyah tidak memiliki mata uang tersendiri. Mereka menggunakan mata uang yang mereka peroleh berupa dinar emas Hercules, Byzantium dan dirham perak Dinasti sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, dari Yaman. Penduduk Makkah tidak memperjualbelikan barang kecuali dengan emas yang tidak ditempa dan tidak menerimanya kecuali dengan ukuran timbangan. Mereka tidak menerima dalam jumlah bilangan. Hal ini disebabkan beragamnya bentuk dirham dan ukurannya, serta munculnya penipuan pada mata uang mereka, mislanya nilai yang tertera melebihi dari nilai sebenarnya.
Nabi Saw memerintahkan pendudduk Madinah untuk mengikuti ukuran timbangan penduduk Makkah ketika melakukan interkasi ekonomi, dengan menggunakan dirham dalam jumlah bilangan bukan ukuran timbangan.

·         Uang pada masa Khulafaurrasyidin
Ketila Abu Bakar di bai’at menjadi khalifah, beliau tidak melakukan perubahan terhadap mata uang yang beredar, bahkan menetapkan apa yang sudah berjalan dari masa Nabi Saw. Begitu juga ketika Umar bin Khatab di bai’at dengan khalifah, karena beliau sibuk melakukan penyebaran Islam ke berbagai Negara, beliau menetapkan berbagai persoalan uang sebagaimana yang sudah berlaku.

·         Uang pada masa Dinasti Muamiyyah
Pencetakan mada masa dinasti Muamiyyah masih meneruskan model Sasanid dengan menambahkan beberapa kalimat tauhid, seperti pada masa Khulafaurrasyiddin. Pada masa Abdul Malik bin Marwan, pada tahun 78 H, beliau membuat mata uang Islam, mampu merealisasikan stabilitas politik dan ekonomi, mengurangi pemalsuan dan manipulasi terhadap mata uang.

·         Uang pada masa Dinasti Abbasiyyah dan sesudahnya
Pada masa ini pencetakan dinar masih melanjutkan cara dinasti Muawiyyah. Pada masa ini ada dua fase, dalam pencetakan uang, yaitu:
                   Fase pertama: terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham kemudian dinar. Fase kedua : ketika pemerintahan melemah dan para pembantu dari orang-orang Turki campur tangan dalam urusan Negara. Pembiayaan semakin besar, orang-orang mulai dibuai kemewahan sehingga mata uang tidak lagi mencukupi kebutuhan.
                   Pada masa pemerintahan Mamalik, pencetakan uang tembaga (fulus) menjadi mata uang utama, sedangkan pencetakan dirham dihentikan.

6)     Uang dalam pemikiran tokoh-tokoh Sosiologi
·         Karl Marx (1818-1883)
Dalam masalah uang Karl Marx membicarakan tentang sirkulasi komoditas yang dialami umat manusia sepanjang sejarah.

·         George Simmel (1858-1918)
Simmel membicarakan tentang bentuk-bentuk umum dari uang dan nilai. Dalam proses penciptaan nilai, uang memberikan basis bagi perkembangan pasar, ekonomi modern, dan masyarakat kapitalis. Hubungan social pada mulanya mempunyai makna kualitatif, dengan proses penciptaan nilai melalui uang, hubungna tersebut harus dipahami dalam bentuk kuantitatif.

·         Marx Weber (1864-1920)
Weber memandang uang baik sebagai suatu konsekuensi maupun sebagai prasyarat penting bagi rasionalisasi dari kehidupan masyarakat modern. Di antara konsekuensi dari uang adalah peningkatan pertukaran tidak langsung. Melalui uang, seseorang dapat langsung melakukan transaksi. Kemampuan seperti ini tidak dimiliki system barter. Weber juga melihat keterkaitan antara nilai guna uang pada saat pembelian dengan pengaruh kepercayaan tentang nilai tukar mereka.


Nama         : Lupita Clarissa A.
Kelas         : 1 EB 18
NPM         : 24210093

INSTRUMEN EKONOMI ISLAM


Alam  semesta termasuk manusia, adalah milik Allah yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan sempurna atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia, tanpa diragukan, merupakan tatanan makhluk tertinggi di anatara makhluk-makhluk ciptaan-Nya, dan segala sesuatu yang ada dimuka bumi dan langit berada di bawah perintah manusia. Manusia diberi hak untuk memanfaatkan semuanya, karena manusia telah diangkat sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan (khilafah) ini dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari semua ciptaan Allah.
            Namun demikian, manusia sangat bergantung pada Allah. Semakin besar ketergantungan manusia kepada Allah, maka ia akan semakin dicintai-Nya. Setiap orang secara pribadi bertanggug jawab atas pengembangan masyarakat dan atas pencarian solusi dari kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi; individu ini pada akhirnya bertanggung jawab atas setiap kegagalan usaha masyarakat dalam bekerja sama dan melakukan kerja kolektif.
            Islam memberikan kesempatan kepada umat manusia untuk dapat memiliki dan mengelola sumber daya alam itu melalui dua cara. Pertama, bekerja keras dengan cara membuka lahan yang mati/tidak bertuan. Namun, Rasulullah Saw. memberikan batas waktu kepemilikan yaitu tiga tahun. Apabila setelah tanah mati itu dibuka dan ditanami selama tiga tahun maka tanah tersebut menjadi miliknya, sedangkan apabila setelah dibuka tidak ditanami dalam jangka waktu tiga tahun maka tanah tersebut dapat dia,bil alih oleh orang lain. Kedua, pewarisan dan akad pemindahan hak milik seperti penjualan, hibah, wasiat, dan transaksi-transaksi lain yang dibenarkan syariat Islam.
            Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabdzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabdzir berarti mempergunakan dengan cara yang salah, yakni untuk tujuan-tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hokum dalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal atau bahkan sedekah. Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, bersikap moderat tidak kikir dan juga tidaj boros. Konsumsi yang melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap israf dan tidak disenangi Islam.
            Salah satu ciri penting dalam Islam adalah tidak hanya mengubah nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat, tetapi juga menyajikan kerangka legislative yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan-tujuan yang diharapkan dan menghindari penyalahgunaannya. Cirri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatif terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabdzir. Dalam hokum (Fikih) Islam, orang semacam itu seharusnya diberi batasan-batasan tertentu, dan bila dianggap perlu, dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalam pandangan Syariah dia seharusnya diperlakukan sebagai orang yang tidak mampu dan seharusnya orang lain ditugaskan untuk mengurus hartanya selaku wakilnya.
            Dengan demikian, Islam memandang sumber daya alam sebagi sumber rizki untuk kemaslahatan dan kemakmuran umat manusia. Oleh karena itu, kepemilikan dan pemanfaatannya harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar sehingga tidak menimbulkan konflik antar sesame manusia. Ini berarti, memiliki tanah itu dibolehkan dan diakui oleh Allah hak kepemilikannya, tidak seorangpun dibenarkan menyerobot sebidang tanah milik orang lain tanpa alasan-alasan yang dibenarkan syara’.
            Namun yang perlu ditekankan disini adalah bahwa hak milik dalam Islam pada hakikatnya adalah titipan Allah untuk dimanfaatkan dan didistribusikan kepada orang lain dalam batas-batas kedudukan manusia sebagai khalifah. Sedangkam pemilik mutlak adalah Allah Swt. Oleh karena itu, manusia dengan sumber daya alam yang ada mempunyai hak pemanfaatan bukan hak kepemilikan. Dengan menyadari posisi ini, sebagai khalifah, manusia wajib memelihara apa yang ada di alam ini untuk kemaslahatan manusia sendiri dan mencegah kerusakan alam yang timbul akibat ulah tangan manusia.


Nama : Lupita Clarissa Ardelia
NPM  : 24210093
Kelas  : 1 EB 18