HUKUM PERIKATAN
1.
Pengertian
Perikatan dalam hal ini berarti hal yang
mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu
menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat
berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat
berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat
itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang
atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut
hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata,
pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara
dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu.
2.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP
perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
a)
Perikatan yang timbul dari persetujuan
(perjanjian).
b)
Perikatan
yang timbul undang-undang
·
Perikatan terjadi karena undang-undang semata: perikatan
yang letaknya di luar pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi
antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai
hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang
berdampingan.
·
Perikatan terjadi karena undang-undang akibat
perbuatan manusia.
c) Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela ( zaakwarneming).
3.
Azas-azas Hukum Perikatan
a)
Asas
Kebebasan Berkontrak
Terlihat di
dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian
yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b)
Asas
konsensualisme
Artinya
bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
4.
Wanprestasi
Apabila
debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka dikatakan
bahwa ia melakukan wanprestasi. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4
macam:
·
Tidak melakukan
apa yang disanggupi akan dilakukannya
·
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
·
Melakukan apa
yang dijanjikan tetapi terlambat
·
Melakukan sesuatu
yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Hukuman bagi
debitur yang lalai tersebut ada 4 macam, yaitu:
·
Membayar kerugian
yang diderita kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi
·
Pembatalan perjanjian
atau juga dinamakan pemecahan perjanjian
·
Peralihan resiko
·
Membayar biaya
perkara, kalau sampai diperkarakan dimuka hakim
5.
Hapusnya Perikatan
Dalam KUH Perdata ada sepuluh cara yang mengatur
tentang hapusnya perikatan:
·
Karena pembayaran
Yang dimaksud oleh undang-undang dengan
perkataan”pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian
secarasukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi
perkataanpembayaran itu oleh undang-undang tidak melulu ditujukan
padapenyerahan uang saja tetapi penyerahan tiap barang menurut
perjanjian,dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan
pekerjaannyauntuk majikannya dikatakan ”membayar”.
·
Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
Merupakan
suatu cara pembayaran yang harus dilakukan oleh kreditur yang menolak
pembayaran. Caranya barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara
resmi oleh seorang notaris atau seorang juru sita pengadilan. Apabila kreditur
suka menerima barang atau uang yang ditawarkan itu, maka selesailan perkara
pembayaran itu.
·
Karena pembaruan utang
Menurut pasa 1413 kitab undang-undang hukum perdata ada 3 macam jalan
untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang, yaitu:
a) Apabila
seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang akan
menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan
karenanya
b) Apabila
seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang yang berhutang lama,
yang oleh si berpehutang dibebaskan dari perikatannya
c) Apabila
sebagai akibat dari suatu perjanjian baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk
menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari
perikatannya
·
Karena perjumpaan utang atau kompensasi
Jika dua
orang saling berhutang satu sama lain maka terjadilah antara mereka satu
perjumpaan dengan mana antara kedua orang tersebut dihapuskan, demikian
diterangkan oleh pasal 1424 kitab undang-undang hukum perdata.
·
Karena percampuran utang;
Apabila kedudukan
sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi
hukum suatu percampuran hutang dengan mana utang piutang itu dihapuskan
·
Karena pembebasan utang
Pasal 1442
menentukan : (1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama,
membebaskan para penanggung utang, (2) pembebasan utang yang diberikan kepada
penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama, (3) pembebasan yang
diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung
lainnya.
·
Karena musnahnya barang yang terutang
Menurut
Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang
demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar
salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok
pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan
untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan
dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan
menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
·
Karena kebatalan atau pembatalan
Bidang
kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang
bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Sedangkan, dapat
dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan
perbuatan tersebut.
·
Karena berlakunya suatu syarat pembatalan
Perikatan bersyarat
adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang
masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan
lahirnya perikatan sampai terjadinya peristiwa itu, atau secara membatalkan
perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
·
Karena lewat waktu
Dari
ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu,
yaitu :
a)
Lampau waktu
untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut ”acquisitive
prescription”;
b)
Lampau waktu
untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
Sumber:
http://p4hrul.wordpress.com/2012/04/19/hukum-perikatan/
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/bw3.htm#bab4
Nama : Lupita Clarissa A
NPM : 24210093
Kelas : 2EB21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar